PARLEMENTARIA, Jakarta – Dalam Pidato Kenegaraan Presiden RI Joko Widodo pada Sidang Tahunan DPR RI-DPD RI tanggal 16 Agustus, disampaikan bahwa APBN Tahun Anggaran 2025 disusun di masa transisi kepemimpinan dari Presiden Jokowi kepada Presiden Terpilih Prabowo Subianto. Fraksi Partai Demokrat DPR RI menekankan pentingnya penyusunan kebijakan yang memberikan ruang bagi pelaksanaan program pemerintah ke depan.

Anggota DPR RI Vera Febyanthy mengungkapkan hal tersebut saat menyampaikan pemandangan umum Fraksi-Fraksi atas Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RUU APBN) Tahun Anggaran 2025 beserta nota keuangannya dalam Rapat Paripurna DPR RI di Senayan, Jakarta, Selasa (20/8/2024).

“Kebijakan dalam APBN 2025 harus mampu menjawab tantangan ekonomi dan politik, baik domestik maupun global, serta selaras dengan RPJPN 2025-2045 dan RPJMN 2025-2030 untuk mendukung pembangunan ekonomi nasional yang berkelanjutan,” ujar Vera.

Fraksi Partai Demokrat juga menekankan perlunya pengelolaan APBN 2025 yang bijaksana sesuai dengan rencana kebijakan pemerintah yang terdapat dalam RAPBN 2025. Selain itu, mereka mengingatkan pentingnya menjaga rasa aman dan keadilan di masyarakat selama transisi kepemimpinan, baik di tingkat nasional maupun daerah, terutama menjelang Pilkada serentak pada November 2024.

Fraksi Demokrat juga menyoroti kebutuhan akan pemerataan pembangunan yang memberikan efek ganda. Mereka mengingatkan pemerintah untuk memperhatikan fenomena deflasi yang terjadi dalam tiga bulan terakhir tahun 2024, yang dapat menurunkan daya beli masyarakat, dengan nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS diperkirakan pada level 16.100.

Lebih lanjut, Fraksi Partai Demokrat mengajak pemerintah dan Bank Indonesia untuk tetap waspada terhadap ketidakpastian ekonomi global, termasuk tingginya suku bunga acuan The Fed yang dapat menyebabkan aliran dana keluar (Capital Outflow) dan situasi geopolitik yang berpotensi memengaruhi fluktuasi nilai tukar pada tahun 2025. Harga minyak mentah Indonesia (ICP) diperkirakan mencapai USD82 per barel pada tahun tersebut.

“Kami mendesak pemerintah untuk responsif dalam mengambil kebijakan terkait harga minyak di tengah ketidakpastian ini, terutama dalam sektor migas yang merupakan salah satu sumber utama pendapatan negara,” pungkas Vera. (pun/aha)