Mahasiswa Penggugat Presidential Threshold Klaim Tak Minat ke Politik

Pada hari Rabu, sekelompok mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Anti Presidential Threshold (AMAPT) mengajukan gugatan terhadap UU Pemilu ke Mahkamah Konstitusi. Gugatan ini dilakukan sebagai upaya untuk menolak adanya presidential threshold dalam sistem pemilihan presiden di Indonesia.

Salah satu mahasiswa yang menjadi penggugat dalam kasus ini, Andi, mengklaim bahwa mereka tidak tertarik atau memiliki minat yang tinggi terhadap dunia politik. Namun, mereka merasa terpanggil untuk melakukan perlawanan terhadap kebijakan yang dianggap merugikan demokrasi.

Presidential threshold sendiri merupakan syarat yang harus dipenuhi oleh calon presiden untuk dapat maju dalam pemilihan presiden. Syarat ini berupa persentase suara minimal yang harus didapatkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang mencalonkan seorang presiden. Di Indonesia, presidential threshold ditetapkan sebesar 20% dari total kursi di DPR.

Menurut Andi, keberadaan presidential threshold dapat menghambat proses demokrasi dan merugikan calon presiden dari partai kecil atau non-partai. Mereka berpendapat bahwa setiap calon presiden seharusnya memiliki kesempatan yang sama untuk bersaing dalam pemilihan presiden tanpa adanya syarat yang membatasi.

Selain itu, AMAPT juga menyatakan kekhawatiran bahwa presidential threshold dapat mempersempit ruang demokrasi dan membatasi partisipasi masyarakat dalam proses politik. Mereka menilai bahwa hal ini dapat menghambat terciptanya pemerintahan yang lebih inklusif dan berpihak kepada kepentingan rakyat.

Meskipun mengklaim bahwa mereka tidak memiliki minat yang tinggi terhadap politik, namun langkah yang diambil oleh mahasiswa tersebut menunjukkan kesadaran dan kepedulian mereka terhadap masa depan demokrasi di Indonesia. Mereka berani berjuang untuk keadilan dan kebebasan dalam berpolitik, meskipun harus melawan kebijakan yang dianggap tidak adil.

Diharapkan bahwa gugatan yang diajukan oleh mahasiswa tersebut dapat menjadi pemicu untuk adanya perubahan dalam sistem pemilihan presiden di Indonesia. Demokrasi yang sejati adalah ketika setiap warga negara memiliki kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam proses politik tanpa adanya diskriminasi atau pembatasan yang tidak adil.